Lupakah aku akan dinginnya pagi? Dimanakah letak rasa itu; Adakah hati juga sebentuk indera? Kukatakan apa yang hendak kukatakan, siapa pula yang bisa membendung pikiran insan manusia; ketika timbul suatu pertanyaan maka akan ada perkara lain dibenaknya.
Bukankah setiap kata-kata akan selalu mengikuti keinginan tuannya, Sang Pikiran, namun terkadang pikiran enggan mematuhi hati yang dianggapnya sekodrat budak dari tubuh, sehingga pecut nurani pun tidak akan membuat logika dan indera perasa lainnya bergeming, lalu pikiran akan mencari jalannya sendiri ke tempat dimana hal itu merupakan rumah baginya, tempat setiap kata-kata menjadi buah tangan yang manis namun ternyata terkadang hati muak berada disitu.
Kita mendengar apa yang ingin kita dengar, melihat apa yang ingin kita lihat. Jika pikiran saja tidak patuh pada hatinya sendiri, bagaimana ia akan mendengar teriakan nurani orang lain, apa yang dapat mendamaikan hati dan pikiran? Ternyata menjadi acuh pun adalah sebuah misteri, bagaimana keputusan vital yang mungkin saja mempengaruhi nasib suatu bangsa, pernikahan, dan bahkan nyawa ternyata adalah hasil pertempuran dan kemesraan antara nurani dan logika itu.. pikiran dan hati pun bertanya, siapa yang hendak mendamaikan kami? Siapa juga yang jadi penengah bagi dua insan atau lebih yang berperkara?
Kukatakan ini bukan karena diriku benar, namun melihat pada kenyataan bahwa apa yang ada pada diri orang lain pun terdapat pada diri ku sendiri juga dirimu, sehingga bila kita menghakimi orang lain berkecamuklah dua unsur insani itu, siapa yang salah dan dimana letak kebenaran yang engkau dan aku maksudkan. Apa yang salah bagi dirimu bisa menjadi benar bagiku, apa yang keliru bagiku bisa jadi keniscayaan bagimu. Ketika kau katakan bahwa kebenaran yang kau maksud berasal dari Yang Mahaadil pun, niscaya engkau ketahui bahwa itu adalah sesuatu yang timbul dari dirimu sendiri, pikiran dan hati sehingga tubuh dan kedua unsur manusiawi itu saling memberbudak.
Lalu siapa yang menjadi hakim untuk semua perkara ini? Adakah sebenarnya proses dan waktu merupakan hakim yang riil dari semua konflik yang ada? Jika ya, maka darah dan pertengkaran merupakan tangan dari keadilan lalu semuanya pun termaafkan. Jika tidak, maka keadilan pun menjadi beku oleh manusia itu sendiri.
Lembang 10 Oct 2011, 5:22 pagi

Tidak ada komentar:
Posting Komentar